Pemilihan pola usaha
Dalam melakukan analisis
keuangan untuk produk dendeng nila ini ada beberapa asumsi yang digunakan.
Salah satunya adalah asumsi kapasitas produksi, dimana untuk usaha ini
diasumsikan produsen dendeng nila berproduksi dua kali seminggu dan untuk
sekali produksi menghasilkan 14 kilogram dendeng. Jadi untuk seminggu produsen
menghasilkan 28 kilogram dendeng. Proses perhitungan harga pokok penjualan,
laba rugi, dan kelayakan proyek dilakukan dengan memperhatikan asumsi dan
parameter yang akan dijelaskan dalam subbab berikutnya.
Asumsi
Parameter dan Perhitungan
Periode proyek diasumsikan
selama 3 tahun sehingga perhitungan komponen pendapatan dan biaya juga
dilakukan selama 3 tahun. Dalam hal tempat produksi, usaha dendeng nila menyewa
tanah kosong kemudian mendirikan bangunan dan membuat tempat jemur yang
sifatnya semi permanen. Luas tanah sebesar 60 m2 dengan total luas bangunan
sebesar 55 m2.
Usaha ini juga memiliki beberapa peralatan produksi yang
tergolong sederhana. Satu-satunya mesin yang digunakan dalam proses produksi
adalah oven untuk mengeringkan daging bila tidak ada sinar matahari. Peralatan
lain lebih banyak digunakan untuk membersihkan dan membumbui ikan. Terdapat
juga plastik penjemur yang berfungsi sebagai alas saat mengeringkan dendeng.
Produksi dilakukan dua kali seminggu, dengan jumlah
produksi dendeng tiap minggunya adalah 28 kilogram. Untuk setiap kilogram
dendeng dibutuhkan 4 kilogram ikan nila segar dan 0.4 kg bumbu. Penggunaan
bahan baku tentunya sudah memperhitungkan penyusutan yang terjadi saat
produksi. Harga beli ikan nila segar di pasar ikan adalah Rp. 9000 per kg
sementara harga jual dendeng nila adalah
Rp.78.000 per kgnya. Asumsi- asumsi lain yang dipakai dapat dilihat pada
tabel 1 berikut .
Tabel 1
Asumsi dan Parameter Analisis Keuangan
Asumsi
|
Satuan
|
Jumlah/Nilai
|
Periode Proyek
|
Tahun
|
3
|
Luas Tanah
|
M2
|
60
|
Luas Bangunan
|
M2
|
25
|
Luas Tempat Jemur
|
M2
|
30
|
Sewa lahan
|
Rp/tahun
|
4.500.000
|
Kendaraan
(Sepeda Motor)
|
Unit
|
1
|
Harga Kendaraan
|
Rp/Unit
|
12.000.000
|
Mesin dan peralatan :
|
|
|
Oven
|
Unit
|
1
|
Baskom
|
Unit
|
10
|
Saringan
|
Unit
|
5
|
Pisau
|
Unit
|
10
|
Cobek/ulekan
bumbu
|
Unit
|
3
|
Talenan
|
Unit
|
5
|
Plastik
alas jemur
|
Unit
|
1
|
Produksi dan harga :
|
|
|
Produksi
per tahun
|
Kg
|
1,456
|
Kenaikan
produksi
|
%
/ tahun
|
5
|
Produksi
per minggu
|
Kg
|
28
|
Jumlah
minggu per tahun
|
Minggu
|
52
|
Harga
jual
|
Rp/kg
|
78,000
|
Penyerapan tenaga kerja :
|
|
|
Tenaga
kerja langsung
|
Orang
|
4
|
Tenaga
kerja tidak langsung
|
Orang
|
1
|
Upah
tenaga langsung
|
Rp/orang/bulan
|
500,000
|
Upah
tenaga tidak langsung
|
Rp/orang/bulan
|
500,000
|
Penggunaan bahan
|
|
|
Penggunaan
ikan
|
Kg/kg
dendeng
|
4
|
Penggunaan
ikan 1 tahun
|
Kg
|
5,824
|
Penggunaan
ikan 1 minggu
|
Kg
|
112
|
Bumbu-bumbu
|
kg/kg
ikan
|
0.4
|
Garam
|
gr/kg
ikan
|
4
|
Bawang
putih
|
gr/kg
ikan
|
61
|
Bawang
merah
|
gr/kg
ikan
|
52
|
Ketumbar
|
gr/kg
ikan
|
121
|
Asam
Jawa
|
gr/kg
ikan
|
81
|
|
gr/kg
ikan
|
81
|
|
|
|
Harga Bahan
|
|
|
Harga
ikan nila segar
|
Rp/kg
|
9,000
|
Garam
|
Rp/kg
|
1,000
|
Bawang
putih
|
Rp/kg
|
15,000
|
Bawang
merah
|
Rp/kg
|
13,000
|
Ketumbar
|
Rp/kg
|
30,000
|
Asam
jawa
|
Rp/kg
|
20,000
|
|
Rp/kg
|
20,000
|
Biaya Lainnya
|
|
|
Biaya
Administrasi
|
Rp/thn
|
1,200,000
|
Biaya
Sewa
|
Rp/thn
|
4,500,000
|
Biaya
Penyusutan
|
Rp/thn
|
4,948.500
|
Biaya
Overhead lain-lain
|
%
dari penjualan
|
5
|
Cost of Capital
|
|
|
Tingkat
Suku Bunga
|
%/thn
|
16%
|
Biaya
Modal Sendiri
|
%/thn
|
18%
|
Bobot
Utang terhadap Total Modal
|
|
0.7
|
Bobot Modal Sendiri terhadap Total Modal
|
|
0.3
|
Pajak
|
%/thn
|
15%
|
Tingkat
Diskonto (WACC)
|
%/thn
|
14.9%
|
Komponen
dan struktur biaya investasi dan biaya operasional
1 Biaya investasi
Biaya investasi terdiri dari biaya praoperasi dan biaya
barang modal. Biaya praoperasi merupakan biaya yang sudah muncul sebelum usaha
dimulai. Biaya ini terjadi di tahun 0, misalnya biaya pembangunan tempat usaha,
biaya administrasi atau biaya perijinan.
Biaya praoperasi untuk usaha
dendeng nila dialokasikan paling besar untuk upah pekerja dalam pembuatan
bangunan tempat usaha. Pembangunan tempat usaha diasumsikan memakan waktu
selama 3 bulan karena bangunannya bersifat semi permanen. Biaya lain adalah
biaya perijinan untuk melakukan kegiatan usaha yang dibayar sebulan sebelum
usaha dimulai. Namun biaya ini tidak
dimasukkan dalam perhitungan kelayakan usaha karena biaya ini dianggap sebagai sunk
cost.
Biaya yang termasuk dalam
komponen biaya investasi adalah biaya perijinan dan pembangunan. Selain itu
biaya yang juga termasuk biaya investasi adalah biaya mesin, peralatan dan kendaraan.
Sumber dana untuk memperoleh barang modal adalah 70% menggunakan pinjaman dan
30% menggunakan dana sendiri. Dana yang dibutuhkan pada tahun ke 0 adalah
sejumlah Rp. 30.180.000. Dari total dana yang dibutuhkan sebagai biaya
investasi maka Rp. 21.126.000 berasal dari pinjaman bank dan sisanya Rp. 9.054.000
berasal dari modal pengusaha sendiri. Dengan demikian modal awal yang
diperlukan untuk memulai usaha ini tidaklah terlalu tinggi dan masih tergolong
usaha kecil.
Untuk
perhitungan kebutuhan modal kerja per minggu diperlihatkan dalam tabel 5.5,
dimana tiap minggunya usaha dendeng nila membutuhkan modal kerja sebesar
Rp.147.597 per minggu.
Kebutuhan modal kerja dendeng nila adalah persediaan
bahan baku, persediaan barang dalam proses, persediaan barang jadi dan biaya
sewa tanah. Persediaan untuk bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi
diasumsikan untuk 1 minggu dengan asumsi satu minggu terdiri dari lima hari
kerja. Sementara itu piutang dan utang usaha tercantum karena penjualan dan
pembelian bahan baku bersifat kas.
Biaya operasional
Biaya operasional terjadi sebagai akibat adanya kegiatan
operasi usaha. Besarnya biaya operasional perusahaan tergantung dari jumlah
produksi dendeng nila. Biaya operasional meliputi harga pokok penjualan dan
biaya lainnya. Harga pokok penjualan terdiri dari biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja, dan juga biaya overhead lain seperti biaya pengiriman.
Sedangkan biaya operasional lainnya terdiri dari biaya administrasi dan umum,
biaya sewa dan biaya penyusutan.
Harga pokok penjualan untuk dendeng nila diperlihatkan
pada tabel 5.5. Harga pokok penjualan dendeng nila besarnya adalah berkisar
antara 58 hingga 60 ribu per kilogramnya. Biaya terbesar berasal
dari biaya pemakaian bahan baku dan juga biaya tenaga kerja langsung. Tabel 5.3
menunjukkan bahwa untuk memproduksi satu kilogram dendeng nila dibutuhkan biaya
produksi sebesar Rp. 60.504 di tahun pertama dan kemudian menurun menjadi Rp.59.273
di tahun kedua dan Rp.58.195 pada tahun ketiga.
Untuk
komponen persediaan bahan baku pada usaha dendeng nila diasumsikan untuk 1
minggu atau lima hari kerja. Jadi besarnya persediaan akhir bahan baku adalah 5/360
dari pemakaian bahan baku pada tahun tersebut. Misalkan pada tahun pertama
pemakaian bahan baku adalah 5824 kilogram, maka persediaan akhirnya adalah
5/360 dikali 5824. Hasil perhitungannya adalah 84 kilogram berarti nilai
nominalnya dihitung dengan mengalikan persediaan akhir dengan harga bahan baku.
Berarti nominal persediaan akhir adalah 84 dikali Rp.9.000 hasilnya adalah
Rp.728.000. Besarnya persediaan akhir di suatu periode akan menjadi persediaan
awal di periode berikutnya. Misalnya persediaan akhir di tahun pertama yaitu
Rp. 728.000 akan menjadi persediaan awal di tahun kedua. Kemudian pemakaian
bahan baku merupakan jumlah persediaan awal bahan baku dan pembelian bahan baku
dikurangi dengan bahan baku yang menjadi persediaan akhir.
Biaya factory overhead
merupakan komponen biaya yang tidak terkait langsung dengan proses produksi.
Biaya ini terdiri dari upah tak langsung dan biaya overhead lain-lain.
Biaya overhead lain-lain dialokasikan sebesar 5% dari nilai penjualan
tahun bersangkutan. Hasil penjumlahan pembelian bahan baku, upah langsung dan factory
overhead disebut biaya pabrikasi.
Untuk komponen persediaan barang
dalam proses pada usaha dendeng nila diasumsikan untuk 5 hari. Jadi besarnya
persediaan akhir barang dalam proses adalah 5/360 dari total biaya pabrikasi
pada tahun tersebut. Misalkan pada tahun pertama total biaya pabrikasi adalah
Rp.88.094.400, maka persediaan akhirnya adalah 5/360 dikali Rp.88.094.400 yaitu
Rp. 1.223.533. Besarnya persediaan akhir di suatu periode akan menjadi
persediaan awal di periode berikutnya. Misalnya persediaan akhir di tahun
pertama yaitu Rp. 1.223.533 akan menjadi persediaan awal di tahun kedua. Total
biaya produksi dihitung dari total biaya produksi ditambah dengan persediaan
awal barang dalam proses kemudian dikurangi dengan persediaan akhir barang
dalam proses.
Persediaan akhir barang jadi
diasumsikan selama 5 hari. Dalam tabel perhitungan persediaan jadi dalam suatu
periode besarnya adalah 5/360 dari total produksi periode berikutnya kemudian
dikalikan dengan harga pokok penjualan pada periode bersangkutan. Misalnya pada
tahun pertama persediaan akhir barang jadi nilainya adalah 5/360 dikali
Rp.88.094.400 Persediaan akhir barang barang jadi ini akan menjadi persediaan awal
barang jadi pada periode berikutnya.
Harga pokok penjualan dihitung dari
total biaya produksi ditambah dengan persediaan awal barang jadi dikurangi
dengan persediaan akhir barang jadi. Untuk mencari harga pokok per unit maka
digunakan total harga pokok penjualan dibagi dengan jumlah unit yang diproduksi
pada periode bersangkutan.
Biaya administrasi dan umum besarnya
dialokasikan Rp. 100.000 per bulan. Biaya ini merupakan biaya yang terkait
dengan kegiatan administrasi misalnya biaya telepon untuk pemesanan dan alat
tulis kantor. Biaya sewa merupakan biaya sewa tanah tempat usaha, sedangkan
biaya penyusutan merupakan biaya penyusutan aset-aset seperti bangunan, mesin
dan peralatan, serta kendaraan.
Kebutuhan
dana untuk investasi dan modal kerja
Dalam perhitungan kelayakan proyek ini diasumsikan
kebutuhan dana investasi untuk pengadaan barang modal 30% berasal dari modal
sendiri dan 70 % sisanya berasal dari pinjaman bank dengan bunga yang berlaku
di tahun 2008 yaitu 16%. Sedangkan untuk kebutuhan modal kerja, diasumsikan 30%
berasal dari modal sendiri dan 70 % sisanya berasal dari pinjaman bank.
Jangka waktu kredit investasi
dan kredit modal kerja lamanya adalah 3 tahun dengan tingkat suku bunga sebesar
16% per tahun. Sistem perhitungan bunga efektif menurun dimana pada akhir tahun
ke 3 cicilan pokok yang harus dibayar jumlahnya Rp. 0. Perhitungan pengembalian
pinjaman kredit investasi ditunjukkan pada tabel 5.8. Untuk memulai usaha
dendeng nila, pengusaha, membutuhkan dana untuk investasi sebesar Rp.
29.430.000. Dana yang dimiliki pengusaha hanya Rp.8.829.000 berarti sisanya
dari bank.
Kebutuhan
modal kerja untuk dendeng nila jumlahnya meningkat dari tahun pertama hingga
tahun ketiga. Sumber pembiayaan untuk kebutuhan modal kerja adalah 30% dari
modal sendiri dan 70% dari pinjaman bank. Misalkan tahun pertama kebutuhan
dendeng nila besarnya adalah Rp. 7.675.067, maka akan dipenuhi dari modal
sendiri sebesar Rp. 2.302.520 dan sisanya yaitu Rp. 5.372.547 berasal dari
pinjaman bank.
Produksi
dan pendapatan
Dalam satu kali produksi,
produsen bisa menghasilkan 14 kilogram dendeng nila. Produksi dilakukan dua
kali dalam seminggu, berarti dalam setahun ada 104 kali produksi dengan asumsi
1 tahun terdapat 52 minggu. Jadi dalam setahun jumlah produksi dendeng nila
adalah sebesar 1.456 kilogram. Dendeng nila dijual pada harga 78.000 rupiah per
kilogramnya. Harga ini merupakan harga yang berlaku untuk konsumen akhir. Kemudian
pada tahun kedua dan tahun ketiga diasumsikan terjadi kenaikan sebesar 5% dari
produksi tahun sebelumnya seiring dengan mulai meningkatnya permintaan akan
produk dendeng nila. Meningkatnya permintaan akan dendeng nila secara
perlahan-lahan yaitu 5% per tahun dikarenakan masyarakat mulai mengenal produk
dendeng nila. Tabel 5.10 memperlihatkan pada
tahun pertama pengusaha dapat memproduksi dendeng nila senilai Rp.113.568.000,
meningkat terus hingga di tahun ketiga mencapai angka Rp.134.152.200.
Proyeksi
laba rugi dan break even point
Dari perhitungan laba rugi di tabel 5.13 terlihat bahwa
pada tahun pertama sudah menghasilkan keuntungan, yaitu sebesar Rp. 9.682.532. Usaha dendeng nila kemudian menunjukkan
peningkatan laba pada tahun kedua dan terus meningkat dari angka Rp.13.453.699 di
tahun kedua menjadi Rp. 17.351.291 di
tahun ketiga. Komponen biaya terbesar tentunya adalah biaya operasional yaitu
sekitar 77% dari penjualannya. Tarif pajak ditentukan 15% dari laba sebelum
pajak. Laba bersih didapat setelah mengurangkan seluruh biaya baik harga pokok
penjualan, biaya operasional, biaya bunga dan pajak dari total penjualan.
Proyeksi
arus kas dan kelayakan proyek
Penilaian terhadap suatu usaha
dapat dilakukan dengan baik apabila arus kas dari usaha tersebut diketahui
dengan jelas. Arus kas tersebut terdiri dari 2 jenis, yaitu arus kas masuk dan
arus kas keluar. Perhitungan arus kas akan dijelaskan pada tabel 5.15. Dalam
analisa arus kas dan kelayakan usaha dendeng nila ini digunakan beberapa metode
penilaian kelayakan keuangan antara lain Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), dan Net B/C Ratio.
NPV digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari
pendapatan yang diproyeksikan pada discount rate tertentu. NPV ini
adalah selisih antara present value benefit dan present value cost.
Apabila NPV>0, maka investasi pada proyek dapat diterima dan usaha layak
dilaksanakan.
Metode penilaian investasi lain yang digunakan adalah Internal
Rate of Return (IRR). IRR merupakan discount rate yang membuat
NPV=0. Suatu proyek dikatakan layak apabila IRRnya lebih besar daripada tingkat
imbal hasil yang disyaratkan, dalam perhitungan ini adalah 14.90%. Angka ini
merupakan rata-rata tertimbang dari biaya modal (weighted average cost of
capital). Cara perhitungannya adalah dengan menjumlahkan hasil kali biaya
ekuitas dengan bobot ekuitas dan biaya utang dengan bobot utang setelah pajak.
Dalam usaha dendeng nila bobot ekuitas 30% dan bobot penggunaan utangnya adalah
70%. Biaya ekuitas adalalah 18% dan biaya utang adalah 16% dengan tingkat pajak
10%. Apabila IRR yang dihasilkan lebih rendah dari tingkat imbal hasil yang
disyaratkan, maka usulan usaha harus ditolak. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa IRR usaha dendeng nila adalah 35.77 % jauh diatas tingkat imbal hasil
yang disyaratkan. Berarti usaha dendeng nila ini layak untuk dijalankan.
Metode ketiga adalah metode Net B/C ratio. Net
B/C ratio merupakan perbandingan antara manfaat benefit bersih (B) dari
tahun-tahun yang bersangkutan yang telah dipresent valuekan dengan baiya
bersih (C) yang telah di nilai sekarangkan. Suatu proyek diterima jika B/C
Ratio > 1 sebaliknya jika B/C Ratio < 1 maka proyek dianggap
tidak layak. Usaha dendeng nila memiliki B/C Ratio sebesar 1.42 kali dan
artinya memenuhi kriteria layak dijalankan.
Analisis
sensitivitas kelayakan usaha
Analisis sensitivitas
dilakukan untuk melihat sampai tingkat mana pergerakan faktor-faktor sentivitas
dapat ditolerir sehingga membuat usaha masih layak dijalankan. Untuk usaha
dendeng nila faktor yang diperhitungkan dalam analisa sensitivitas adalah antisipasi
kenaikan investasi barang modal, harga bahan baku, harga jual, dan kenaikan
harga jual.
Sumber:
BPUMKM, 2008. Dendeng Ikan Nila. Biro Pengembangan UMKM, Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar